Selasa, 24 September 2013



Metrotvnews.com, Jakarta: Keberatan dan kritik terhadap masalah Ujian Nasional (UN) terus disuarakan berbagai pihak, mulai dari tokoh dan pendidikan sampai anggota DPR.

Hal tersebut mengemuka pada acara Konvensi Rakyat bertajuk Evaluasi Satu Dasawarsa Ujian Nasional, di Gedung Joeang, Jakarta, Selasa (24/9).

Sejumlah guru besar seperti Iwan Pranoto dari ITB yang juga penggagas Koalis Reformasi Pendidikan (KRP), Daniel Rasyid dari ITS, Saparinah Sadli dari UI, anggota DPR Miing Dedi Gumelar (FPDI Perjuangan),Rohmani (FPKS), dan Irsal Yunus (FPDI Perjuangan) serta puluhan aktivis pendidikan yang mengenakan kaos putih bertuliskan Stop UN nampak bersemangat menghadiri acara semacam Konvensi Tandingan menyusul akan digelarnya Konvensi Nasional UN di Jakarta pada 26-27 September 2013.

“Ujian Nasional sudah berlangsung selama 10 tahun,  namun tak pernah dievaluasi dengan serius berdasarkan persfektif keadilan, mindset rakyat (bukan penguasa) dan  berdasarkan prinsip evaluasi yang benar. Bahkan, berbagai dampak buruk UN terjadi selama satu dasawarsa pun tampaknya tak di percaya oleh para pengambil kebijakan di Kemendikbud. Padahal, UN memberi dampak psikologis, sosial, politik, keuangan, dan makin rendahnya mutu pendidikan anak bangsa baik di tingkat nasional maupun internasional,” papar Retno Listyarti, salah seorang aktivis Koalisi Reformasi Pendidikan (KRP).

“Berangkat dari dampak-dampak buruk itulah, maka Koalisi Reformasi Pendidikan (KRP) mengevaluasi Ujian Nasional dari berbagai perspektif dalam sebuah Konvensi Rakyat bertajuk Evaluasi Satu Dasawarsa Ujian Nasional,  pada 24 September 2013 di Gedung Joeang,” ujar Habe Arifin, Ketua Konvensi Rakyat.

Konvensi diselenggarakan untuk mengevaluasi UN dari  perspektif hukum. Hasilnya, kata Suparman, menunjukkan selama satu dasawarsa UN  bertentangan dengan UU Sisdiknas. Selain itu, pemerintah membangkang keputusan Mahkamah Agung. "Pembangkangan pemerintah terhadap keputusan MA harus dihentikan.
Ini buruk sekali bagi pembelajaran bangsa," tutur praktisi dan pegiat pendidikan Suparman. Dari perspektif pembelajaran, UN dinilai membunuh kreativitas guru, membodohkan sistem belajar-mengajar, sehingga guru dan siswa sama-sama  hanya melaksanakan latihan soal dan tidak lagi belajar, apalagi bernalar.

"Budaya belajar direduksi menjadi berlatih soal ujian nasional," tegas Itje Chodidjah, aktivis KRP dari Ikatan Guru Indonesia.

Pemerhati pendidikan Elin Driana menilai dari perbandingan negara-negara di dunia, UN tidak banyak dilaksanakan karena dampaknya memerosotkan kualitas belajar siswa dan menciptakan ketakutan yang luar biasa.

"Di Amerika tidak ada Ujian Nasional. UN hanya dilaksanakan di sejumlah negara bagian yang disesuaikan dengan kondisi setempat," tutur Elin Driana, dosen Uhamka Jakarta. (Syarief Oebaidillah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar