Selasa, 24 September 2013

Di Tanah Arab, budaya menghafal lebih diagungkan ketimbang menulis.


Allah berfirman, "Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya Kami yang benar-benar memeliharanya," surah al-Hijr ayat 9.

Allah menjamin terpeliharanya Alquran hingga kini dan hingga hari kiamat nanti melalui para hafiz dan hafizah. Dari ingatan merekalah ayat-ayat Allah terjaga kemurniannya. Merekalah orang-orang terpilih yang mendapat tugas sebagai pemelihara kitab suci.

Menjaga Alquran dengan menghafal sebetulnya telah diterapkan oleh Rasulullah. Nabi Muhammad merupakan seorang yang ummi.

Acapkali Jibril menyampaikan wahyu dari langit, Rasulullah akan segera menghafalnya. Hafalan Rasulullah pun mendapat jaminan dari Allah sehingga tak akan pernah luput sehuruf pun.

"Janganlah kamu menggerakan lidahmu untuk (membaca) Alquran karena hendak cepat-cepat menguasainya, sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya," firman Allah dalam surah al-Qiyamah ayat 16--17.

Gaya menghafal ini pun kemudian diteruskan oleh para sahabat. Di tanah Arab, budaya menghafal memang lebih diagungkan ketimbang budaya menulis.

Sejak era kuno, masyarakat Arab terbiasa menghafal syair-syair indah. Dengan budaya seperti itu, daya hafal bangsa Arab pun lebih tajam dibanding bangsa lain.

Alhasil, meski Rasulullah seringkali meminta sahabat untuk menuliskan ayat Allah, tulisan tak menjadi sumber utama.

Daya ingat para sahabatlah yang menjadi pemelihara Alquran. Hampir semua sahabat Rasulullah menghafal ayat Quran dengan teliti dan pemahaman yang sempurna.

Namun, setelah wafatnya Rasulullah, banyak peperangan terjadi. Para sahabat gugur satu per satu di medan perang.

Hingga di era kekhalifahan Usman bin Affan, jumlah para penghafal Alquran benar-benar tinggal hitungan jari, terutama setelah perang Yamamah. Maka, sejak itulah Alquran mulai dikumpulkan dan dibukukan oleh Khalifah Usman.

Proses pengumpulan Alquran ini tentu tidak mudah. Khalifah Usman mencari sahabat Rasulullah yang hafiz dan kuat hafalannya. Zaid bin Tsabitlah yang kemudian terpilih memimpin proyek mulia tersebut.

Sebetulnya, pengumpulan Alquran telah digalakkan sejak era kekhalifahan Abu Bakar. Zaid bin Tsabit dipanggil untuk menghimpun Alquran dengan mengumpulkan para hafiz.

"Demi Allah, seandainya mereka memintaku untuk memindahkan gunung dari tempatnya, itu lebih mudah bagiku daripada menghimpun Alquran," ujar Zaid saat diamanahi tugas tersebut.

Maka ditulislah beberapa mushaf Alquran. Di masa Khalifah Usman, mushaf-mushaf tersebut baru dikumpulkan. Lagi-lagi, Zaid yang mendapat tugas itu kembali.

Di kalangan sahabat dan tabi'in, Zaid memang terkenal sebagai sekretaris Rasulullah. Saat Nabi Muhammad masih hidup, Zaid banyak menuliskan surat kenegaraan hingga kalamullah.

Maka tidak mengherankan jika dia yang mendapat amanah tersebut. Belum lagi keutamaannya yang sangat dekat dengan Rasulullah dan mengemban tugas sebagai hafizul Quran.

Bahkan, saat pemerintahan Islam berdiri di Madinah, Tsabit pula yang menjadi ketua tim qari. "Para sahabat nabi tahu betul kalau keilmuan Zaid bin Tsabit sangat menonjol," ujar Ibnu Abbas.

Demikian juga Ibnu Abbas. Dia juga merupakan seorang penghafal Quran. Ia bahkan telah menghafal seluruh Quran di usia yang sangat belia mengingat ia telah menjadi pengikut setia Rasulullah sejak masih kanak-kanak.

Hanya saja, Ibnu Abbas lebih ternama dengan banyaknya hadis Rasul yang ia riwayatkan. Alhasil, dia pun memiliki kemampuan tinggi dalam menafsirkan ayat Quran. Ibnu Mas'ud bahkan menyebut Ibnu Abbas sebagai ahli tafsir terbaik.

Terdapat pula nama Ubai Bin Ka'ab. Selain Zaid bin Tsabit, Ubai pun pernah menjadi sekretaris Rasulullah. Bersama Zaid, Ubai sangat rajin menulis kalamullah.

Zaid dan Ubai berada di bawah pengawasan Rasulullah saat menulis Quran. Umar bin Khattab bahkan menyebut Ubai sebagai qari terbaik. Khalifah Umar juga berkata, "Barang siapa yang hendak menanyakan tentang Alquran, datanglah ke Ubai."

Masih banyak nama-nama sahabat Rasulullah yang merupakan hafizul quran. Para Khulafaur Rasyidin pun merupakan para penghafal Alquran. Sebagaimana disebut sebelumnya, hampir seluruh sahabat Rasulullah merupakan penghafal Alquran.

Dari para sahabat, tradisi menghafal Alquran terus diwariskan. Bahkan, ketika Alquran telah ditulis dan dikumpulkan, tradisi tersebut tak pernah sirna.

Tak hanya di tanah Arab, Muslimin di negara lain pun berusaha bisa menghafal Alquran mengingat keutamaan yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya. Dari semangat menghafal Alquran inilah Allah menjaga kalam-Nya terus murni hingga hari akhir.Sumber


Metrotvnews.com, Jakarta: Keberatan dan kritik terhadap masalah Ujian Nasional (UN) terus disuarakan berbagai pihak, mulai dari tokoh dan pendidikan sampai anggota DPR.

Hal tersebut mengemuka pada acara Konvensi Rakyat bertajuk Evaluasi Satu Dasawarsa Ujian Nasional, di Gedung Joeang, Jakarta, Selasa (24/9).

Sejumlah guru besar seperti Iwan Pranoto dari ITB yang juga penggagas Koalis Reformasi Pendidikan (KRP), Daniel Rasyid dari ITS, Saparinah Sadli dari UI, anggota DPR Miing Dedi Gumelar (FPDI Perjuangan),Rohmani (FPKS), dan Irsal Yunus (FPDI Perjuangan) serta puluhan aktivis pendidikan yang mengenakan kaos putih bertuliskan Stop UN nampak bersemangat menghadiri acara semacam Konvensi Tandingan menyusul akan digelarnya Konvensi Nasional UN di Jakarta pada 26-27 September 2013.

“Ujian Nasional sudah berlangsung selama 10 tahun,  namun tak pernah dievaluasi dengan serius berdasarkan persfektif keadilan, mindset rakyat (bukan penguasa) dan  berdasarkan prinsip evaluasi yang benar. Bahkan, berbagai dampak buruk UN terjadi selama satu dasawarsa pun tampaknya tak di percaya oleh para pengambil kebijakan di Kemendikbud. Padahal, UN memberi dampak psikologis, sosial, politik, keuangan, dan makin rendahnya mutu pendidikan anak bangsa baik di tingkat nasional maupun internasional,” papar Retno Listyarti, salah seorang aktivis Koalisi Reformasi Pendidikan (KRP).

“Berangkat dari dampak-dampak buruk itulah, maka Koalisi Reformasi Pendidikan (KRP) mengevaluasi Ujian Nasional dari berbagai perspektif dalam sebuah Konvensi Rakyat bertajuk Evaluasi Satu Dasawarsa Ujian Nasional,  pada 24 September 2013 di Gedung Joeang,” ujar Habe Arifin, Ketua Konvensi Rakyat.

Konvensi diselenggarakan untuk mengevaluasi UN dari  perspektif hukum. Hasilnya, kata Suparman, menunjukkan selama satu dasawarsa UN  bertentangan dengan UU Sisdiknas. Selain itu, pemerintah membangkang keputusan Mahkamah Agung. "Pembangkangan pemerintah terhadap keputusan MA harus dihentikan.
Ini buruk sekali bagi pembelajaran bangsa," tutur praktisi dan pegiat pendidikan Suparman. Dari perspektif pembelajaran, UN dinilai membunuh kreativitas guru, membodohkan sistem belajar-mengajar, sehingga guru dan siswa sama-sama  hanya melaksanakan latihan soal dan tidak lagi belajar, apalagi bernalar.

"Budaya belajar direduksi menjadi berlatih soal ujian nasional," tegas Itje Chodidjah, aktivis KRP dari Ikatan Guru Indonesia.

Pemerhati pendidikan Elin Driana menilai dari perbandingan negara-negara di dunia, UN tidak banyak dilaksanakan karena dampaknya memerosotkan kualitas belajar siswa dan menciptakan ketakutan yang luar biasa.

"Di Amerika tidak ada Ujian Nasional. UN hanya dilaksanakan di sejumlah negara bagian yang disesuaikan dengan kondisi setempat," tutur Elin Driana, dosen Uhamka Jakarta. (Syarief Oebaidillah)

AULIA ADVERTISING: Terima Pasang Iklan Blogger

AULIA ADVERTISING: Terima Pasang Iklan Blogger: Tawaran Sangat  MURAH yang kami berikan: Iklan Banner : 1. 300 x 250 (di sidebar kanan)  = Rp. 10.000  2. 300 x 250 (di atas postin...